Berharap Kebiri Jadi Solusi Padahal Hanya Ilusi

Kamis, 14 Januari 2021

Oleh: Tatik Utomo (Pemerhati Sosial)

Presiden Joko Widodo sudah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) tentang hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak. PP itu tertuang dalam Nomor 70 Tahun 2020 yang ditetapkan Jokowi per 7 Desember 2020. Dikutip dari JDIH laman Setneg, Minggu, 3 Januari 2021, PP tersebut memuat tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

Tujuan aturan diteken karena menimbang untuk menekan dan mengatasi kekerasan seksual terhadap anak. Selain itu, juga sebagai efek jera terhadap predator seksual anak.(viva.co.id,03/01/2021)

Pelaku kekerasan seksual pada anak atau predator seksual anak kini akan menghadapi ancaman hukuman yang lebih di Indonesia. Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menekan Peraturan Pemerintah (PP) yang memungkinkan penerapan hukuman tambahan selain pidana penjara seperti kebiri kimia hingga pelacakan keberadaan pelaku itu selepas bebas dari penjara.

Dilihat detikcom, aturan itu tertuang dalam PP Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak. (detiknews,03/01/2021)

Seorang pria berusia 20 tahun yang menjadi pelaku pemerkosaan sembilan anak perempuan di Mojokerto menjadi yang pertama dijatuhi hukuman kebiri kimia di Indonesia. Namun, hukuman itu terancam tidak bisa dijalankan karena terbentur sejumlah aturan dan kode etik kedokteran.

Berdasarkan laporan CNN pada 2012 silam, hukuman kebiri dilakukan dengan memanfaatkan pengobatan baik melalui suntikan maupun tablet. Tujuannya untuk mengurangi bahkan memutus hasrat seksual dan menjadikan seseorang untuk tidak bisa melakukan tindakan seksual.

Banyaknya kasus kejahatan seksual terhadap anak membuat banyak pemerintah di dunia memberlakukan hukuman kebiri, sebagai ganjaran yang lebih berat bagi para pelakunya. (CNNindonesia, 29/08/2019) Hukuman kebiri yang telah diputuskan akan menjadi hukuman tambahan bagi pelaku kasus kejahatan seksual terhadap anak bukanlah bentuk hukuman yang sesuai bagi pelaku.

Walaupun pihak pemerintah menyatakan bahwa hukuman kebiri adalah hukuman tertinggi dan dianggap efektif untuk menekan dan menghentikan predator seksual anak.

Walaupun banyak bukti bahwa Kekerasan seksual pada anak tidak terjadi hanya karena dorongan libido untuk kepuasan seksual. Tindakan predator seks adalah bentuk penaklukan, ekspresi inferioritas, menunjukkan kekuasaan maskulin, kemarahan atau pelampiasan dendam, sehingga aksi predator seksual anak bukan hanya karena dipengaruhi oleh hasrat seksual semata, akan tetapi juga dipicu oleh banyak faktor seperti kurangnya iman, gaya hidup yang sekuler, pemikiran liberal juga membuat orang menjadi bebas berbuat dan bebas berpendapat.

Dari asas kebebasan tersebut memunculkan banyak pornoaksi dan pornografi yang berlindung atas nama seni dan keindahan. Aurat yang diumbar dalam dunia seni, campur baur antara laki-laki dan perempuan serta tontonan yang tidak bisa menjadi tuntunan dan malah menyajikan kemaksiatan serta Kemudahan mengakses konten-konten porno yang seharusnya ditiadakan.

Hal- hal tersebut membuat kasus pelecehan dan kekerasan seksual semakin hari semakin meningkat. Sanksi ringan, juga menyebabkan tidak jeranya pelaku untuk mengulangi perbuatan yang sama serta membuat orang lain melakukan tindakan yang serupa.

Bahkan dalam pelaksanaannya hukum kebiri ini bahkan akan memberi efek yang buruk bagi tubuh orang yang dikebiri. Demikianlah bila kita tidak menerapkan syariat Islam dan berhukum pada hukum buatan manusia maka yang terjadi adalah kerusakan.

Sangat berbeda bila negara menerapkan sistem Islam, negara akan menutup semua akses yang memberi peluang terkait pornoaksi dan pornografi.

Bahkan dalam kurikulum pendidikan negara dengan sistem Islam juga akan memberikan pendidikan yang sesuai dengan syariat Islam. Karena dengan pendidikan yang sesuai syariat Islam akan menghasilkan generasi-generasi yang bertakwa dan taat pada perintah dan larangan Allah SWT.

Bila kita kembali pada sistem Islam maka akan berlaku hukum Islam barang siapa membunuh maka dia akan dibunuh, bila berzina maka akan dirajam. Kasus kekerasan seksual pada anak ini, jika dalam penetapan hukum Islam harus merujuk pada hukum-hukum asal yang sudah ada.

Kasus pemerkosaan sebenarnya bisa diambil dari hukum asalnya, yakni perzinaan atau homoseksual. Jika pedofilia masuk dalam kategori perzinaan, maka hukumannya cambuk 100 kali atau rajam (bunuh). Jika pelaku pedofilia tergolong liwat (homoseksual), ia dihukum mati.

Jika sebatas pelecehan seksual (at taharusy al jinsi) yang tidak sampai melakukan zina atau homoseksual, hukumannya takzir.

Hukuman dalam sistem Islam berfungsi sebagai zawajir( memberi efek jera) dan sebagai jawabir( penebus di akhirat) sehingga akan membuat orang berpikir jika ingin melakukan tindakan yang sama dan hukuman dalam Islam akan membuat pelaku mendapat sanksi di dunia saja tanpa pertanggungjawaban lagi di akhirat kelak.

Wallahu a'lam bi ash sowwab ..